Oleh: Siti Saadah
Sinar matahari porak-porandakan kesejukan hari. Terasa gerah. Padahal sedang dikamar pondok, bagaimana kalau di dalam ruang kelasku yang sempit itu? Untung saja pulang sekolah lebih awal. Kalau tidak, aku membayangkan tubuhku gerah kepanasan di ruang kelas yang menjelma oven di siang hari. Tiga hari kedepan sekolahku memang pulang lebih awal, yaitu saat bel istirahat, karena setelah istirahat dipakai anak kelas tiga untuk ujian try out, bulan-bulan ini siswa kelas tiga MTs tampangnya seperti berubah, tidak banyak omong. Semakin rajin beribadah, mereka tidak mau atau lebih tepatnya istirahat dari begejekan, atau ngerumpi di pondok dan di kelas saat jam belajar. UAN memang punya kekuatan magic untuk merubah perilaku orang yang biasa meremehkan waktu menjadi menghargainya.
“Weh..wajahmu kok pengap begitu, sudah ambil makan belum?” lamunanku buyar mendengar suara cempreng Rosy.
“Masih males.” Jawabku asal.
“Ke perpust aja yuk!” Digaetnya tanganku, “Baiklah, dari pada bengong di kamar.” Kubenahi jilbab dan sarungku. Di dalam pondok sudah biasa santri putri memakai sarung dan tidak boleh melepas kerudung, meski tidak dijilbabkan setidaknya disampirkan ke kepala menutupi rambut.
1 comments